Wujudkan Pemilu Damai Tanpa Hoax dan Ujaran Kebencian

-

Wujudkan Pemilu Damai Tanpa Hoax dan Ujaran Kebencian

Oleh : Arsenio Bagas Pamungkas

Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan pesta demokrasi yang menjadi hajat besar bangsa Indonesia, melalui pemilu, rakyat memiliki hak untuk memilih calon pemimpin serta anggota DPR yang akan duduk di parlemen.

Oleh karena itu penting sekali bagi setiap elemen masyarakat untuk mewujudkan Pemilu yang damai, tanpa ujaran kebencian dan bebas dari narasi hoax.

Partai politik, dan pemangku kepentingan pemilu memiliki tanggung jawab untuk memberikan pendidikan politik bagi masyarakat. Khususnya edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya pemilu yang bersih dari isu politik identitas, politisasi SARA, hoaks dan ujaran kebencian.

Pemilu yang damai, tanpa hoax dan ujaran kebencian merupakan hal yang penting dalam rangka mewujudkan pemilu yang berintegritas. Pemilu juga merupakan instrumen sekaligus wujud nyata dari demokrasi.

Dalam pemikiran Bung Hatta, proklamatro sekaligus pendiri bangsa Indinesia, demokrasi di Indonesia berbeda dengan demokrasi model barat.

Kedaulatan rakyat di barat hanya terjadi dalam ranah politik, sedangkan di Indonesia kedaulatan rakyat juga mencakup bidang sosial dan ekonomi. Pembedaan ini dipandang perlu oleh Hatta, sebab demokrasi di Barat dilakukan dalam rangka individualism, sementara kehidupan ekonomi dikuasai oleh kaum kapitalis yang masih tergolong minoritas.
Sementara itu elite politik, tokoh masyarakat, hingga pemuka agama, juga memiliki peran agar tidak ada residu pemilu yang menimbulkan kebencian sehingga bisa menjadi kerugian besar bagi bangsa.
Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar Nurdin Halid menyebutkan tidak ada satu elite politikpun yang memiliki pemikiran untuk tidak menciptakan pemilu damai dan bermartabat.
Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya menambahkan, kesuksesan Pemilu 2024 bukan sekadar indikator kualitatif. Kualitas pesta demokrasi juga harus diperhatikan.
Sementara itu, Ketua KPU Hasyim Asy’ari, dalam laporannya memastikan bahwa Pemilu Serentak 2024 akan diselenggarakan tepat waktu sesuai aturan lima tahunan. Selama ini konsolidasi nasional ini KPU akan menyelenggarakan beberapa kegiatan tahapan pemilu, antara lain, verifikasi partai politik, persiapan untuk pemutakhiran daftar pemilih, penataan daerah pemilihan DPRD Kabupaten/Kota, Pembentukan badan adhoc panitia pemilihan tingkat kecamatan, serta persiapan untuk pemutakhiran daftar pemilih.
Pada kesempatan berbeda, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Lampung, menyatakan kesiapannya untuk mengawal tahapan pemilu 2024 mendatang. Hal ini dinyatakan oleh Wirahadikusumah saat menerima audiensi jajaran Komisi Pemilihan Umum (KPU) Lampung di Balai Wartawan Hi. Solfian.
Di hadapan para anggota KPU Lampung, PWI Lampung berkomitmen untuk berpegang teguh terhadap independensi dan netral dalam pemilu 2024.
PWI Lampung juga siap untuk berkolaborasi dengan KPU Lampung, jika dibutuhkan untuk mensosialisasikan tahapan pemilu 2024. Baik itu dari sisi pemberitaan, diskusi dan lain sebagainya.
Sementara itu, Ketua KPU Lampung, Erwan Bustami juga turut mengapresiasi PWI Lampung yang siap untuk mengawal pemilu 2024 mendatang. Menurutnya, sangat penting bagi KPU Lampung untuk menggandeng stakeholder terkait, termasuk KPU dalam mensosialiasikan tahapan pemilu.
Apalagi media merupakan salah satu dari empat pilar kebangsaan, dan tahapan pemilu ini membutuhkan sosialisasi agar informasinya tersampaikan dengan baik ke masyarakat. Kolaborasi antara KPU dengan PWI Lampung tentunya sangat diperlukan guna menangkal narasi hoax atau berita yang tidak benar.
Pada kesempatan berbeda, Kementerian Dalam Negeri mengajak kepada semua pihak untuk menghadirkan pemilu yang damai dan menyenangkan. Ajakan tersebut disampaikan oleh Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum (Polpum) Kemendagri Bahtiar saat mewakili Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dalam Rapat Konsolidasi Nasional Bawaslu 2022 di Hotel Bidakara pada 17 Desember 2022 lalu.
Bahtiar juga menyampaikan kepada Bawaslu yang terus mematangkan kesiapan untuk melaksanakan tugasnya sesuai amanat UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Pada kontestasi seperti pilpres ataupun pilkada, konflik antarkandidat masih sering terjadi dan hal ini melibatkan pendukung baik di dunia nyata seperti intimidasi oleh simpatisan gara-gara berbeda kaos, maupun intimidasi di dunia maya yang sering diwarnai dengan berita hoax maupun upaya delegitimasi KPU sebagai lembaga independen.
Model kampanye hitam juga masih sering ditemukan dalam setiap pelaksanaan pesta demokrasi. Mulai dari politisasi masjid hingga penyebaran ujaran kebencian, serta berita hoax yang santer mewarnai jagat dunia maya.
Permasalahan tersebut memang tak mudah untuk dihindari, terutama dalam hal politisasi agama dimana sentimen agama merupakan topik yang mudah digoreng untuk disebarkan kepada khalayak.
Sejatinya pemilu merupakan sarana untuk menyeleksi calon pemimpin yang kredibel. Dengan begitu, kualitas calon pemimpin sangat ditentukan oleh proses pemilu.
Oleh karena itu, penting adanya bagi masyarakat untuk memilih calon pemimpin yang dipandang kredibel, tentu masyarakat tidak boleh golput, karena hal tersebut hanya akan menguntungkan bagi calon yang tidak kredibel.
Pemilu yang damai, tanpa hoax dan tanpa ujaran kebencian merupakan wujud dari budaya demokrasi yang harus dijunjung. Jangan sampai kontestasi politik justru menjadi ajang saling membenci.

)* Penulis adalah kontributor Persada Institute

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Related Stories